Sejak awal dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kamis, 12 Mei 2022, Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin sebagai Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, sesumbar akan menyelesaikan sengkarut pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Ridwan berjanji akan menyelesaikan soal pertambangan timah ilegal yang seakan tidak pernah tuntas diselesaikan selama usia provinsi pecahan Sumatera Selatan ini berdiri.
Penunjukan Ridwan sebagai Pj Gubernur dinilai tepat. Sebab, sebagai Dirjen Minerba yang selama ini berurusan dengan dunia pertambangan termasuk timah akan memudahkan niat baik untuk mengakhiri era gelap pertambangan timah.
Namun, tak sedikit pula publik yang justru ragu bahkan pesimis. Bukan tanpa alasan. Sebab publik menilai, sebagai Dirjen Minerba yang memiliki kekuasaan akan pertambangan tentu tahu soal adanya praktek timah ilegal. Tapi mengapa selama ini tak terdengar langkah kongkritnya.
Apalagi belakangan kewenangan pertambangan ada di pemerintahan pusat dalam hal ini sebagai “eksekutornya” adalah Dirjen Minerba?
Dalam diri Ridwan terdapat dua energi besar yang berkumpul menjadi satu. Energi Dirjen Minerba yang punya otoritas penuh terkait pertambangan, termasuk timah dan Kekuasaan sebagai Penjabat Gubernur.
Kedua energi ini semestinya lebih dari cukup untuk memperbaiki dan bertindak cepat menyelesaikan persoalan pertambangam ilegal.
Persoalan pertimahan harus diakui memang komplek. Sebab yang bermasalah bukan saja pada hulunya, tapi hilirnya pun bermasalah.
Indonesian Corruption Watch (ICW) dikutip detik.com Selasa, 11 Agu 2015 10:41 WIB, mencatat, kerugian negara yang ditimbulkan akibat penambangan timah ilegal dalam kurun 2004-2013 disinyalir mencapai Rp 50 triliun.
Langkah Pj Gubernur ditunggu publik. Janjinya untuk mengatasi kesemrawutan pertimahan dijawabnya dengan membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Timah Ilegal, pada, Minggu, 19 Juni 2022.
Dua hari sebelumnya, Jumat, 17 Juni 2022, Pemprov Babel mengeluarkan surat undangan pembentukan satgas ini. Dalam lampiran surat yang ditandatangani Sekda Naziarto, lima puluhan lebih pengusaha timah Babel diundang.
Rapat menyetujui Aon alias Thamron, pengusaha timah senior sebagai Ketua Satgas. Sebelum diputuskan Ridwan meminta persetujuan peserta rapat. Semuanya bulat setuju.
Namun, langkah Ridwan menuai polemik. Sejumlah pihak berteriak keras mengkritisi langkah tersebut.
Tak tanggung-tanggung. Wakil Ketua DPRD Babel Amri Cahyadi menilai langkah Ridwan tidak lazim. Legislatif segera akan memanggil Pj Gubernur untuk diminta klarifikasi atau penjelasan terkait pembentukanSatgas dan penunjukan sejumlah personilnya.
Hingga kini belum ada penjelasan resmi atau terperinci dari Ridwan seperti apa landasan hukum dan kewenangan Satgas.
Apalagi DPRD Babel tidak pernah diajak bicara sebelumnya. Padahal pembentukan Satgas adalah sesatu yang penting untuk dibahas bersama.
Publik pun setali tiga uang. Semua masih gelap. Maka wajar saja jika muncul berbagai tafsiran atas langkah Ridwan ini.
Apakah Satgas ini sekedar formalitas belaka? Apalagi meneroka mereka yang hadir adalah para pengusaha timah.
Selain itu apa saja kewenangan Satgas ini? Apakah hanya akan membantu menyelesaikan yang ada hari ini? Atau Satgas juga akan bekerja dengan berlaku surut. Artinya praktek ilegal di masa lalu juga harus diusut.
Jika mengusut praktek ilegal di masa lalu sudah barang tentu akan melibatkan berbagai institusi seperti Kejaksaan Agung atau KPK dan PPATK untuk mengusut aliran dana yang disinyalir puluhan triliun merugikan negara.
Jika begini, pasti butuh energi dan keberanian yang cukup. Sebab, bisa jadi akan berhadapan dengan cukong bahkan jaringan kartel kelas kakap.
Melacak aliran dana pihak-pihak yang disinyalir terlibat dengan timah ilegal tentu tidaklah sulit. Sebab, uang triliunan itu tidak mungkin tidak bersentuhan dengan dunia perbankan. PPATK pasti dengan senang hati akan melaksanakan tugasnya dengan baik.
Hingga kini publik masih meraba-raba. Masih menerka-nerka, seperti apa penanganan tambang timah ilegal versi atau ala Ridwan Djamaluddin.
Apakah akan membabat habis tambang-tambang ilegal yang hari ini dioperatori rakyat kecil kebanyakan itu? Berikut membongkar dan mengusut tuntas para cukong di belakang layar?
Atau jangan-jangan hanya sekedar bagaimana “melegalkan” yang ilegal agar terhindar dari jeratan hukum dan stigma negatif?. Entahlah!