Suarapos.com – Sepekan terakhir Kota Pangkalpinang gaduh. Pangkal balanya adalah kenaikan NJOP yang dinilai tak wajar. Apalagi Perwako dan SK yang menjadi dasarnya tak bisa diakses publik, bahkan DPRD sekalipun.
Kebijakan tak populis ini dipertanyakan dasar dan transparansinya. Selain itu, DPRD Pangkalpinang merasa tak diajak bicara sebelumnya.
“Soal dibicarakan dengan DPRD? sepengetahuan kita belum ada, kecuali ketika masyarakat sudah ribut. DPRD ada melakukan RDP minggu lalu. Namun di sisi lain tanpa dibicarakan pun seharusnya DPRD sudah tahu karena diatur dalam Perda Minimal 3 tahun sekali ada penyesuaian,” kata Anggota DPRD Pangkalpinang, Depati MA Gandhi, ketika dikonfirmasi suarapos.com Grup suarabangka.com, Minggu, 20 Februari 2022.
“Artinya terdapat fungsi pengawasan DPRD yang bersifat aktif. Kalau konteksnya dibicarakan oleh eksekutif ke DPRD ini sifatnya pasif,” lanjutnya.
Gandhi sapaan politisi muda ini yang menjawab sejumlah pertanyaan melalui pesan tertulis merinci kalau masih merujuk ke Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 maka turunannya adalah Perda Nomor 2 Tahun 2017. Disana diatur dasar kenaikan PBB adalah NJOP, dimana penetapannya diatur melalui peraturan walikota (Perwako).
“Seharusnya ada ya perwakonya, karena perwako tersebut yang menjadi dasar Bakuda mencetak SPPT PBB P2. Agak naif dong Bakuda jika mencetak SPPT tanpa dasar atau payung hukum,” kata Gandhi.
Soal Perwako dan SK ini diakui Gandhi sangat sulit diakses oleh publik.
“Yang menjadi persoalan perwako maupun SK pengaturannya sangat sulit diakses publik termasuk DPRD. Saya yakin Perwako tersebut hanya dikuasai segelintir orang tertentu,” ujar politisi PPP ini.
“Sampai terakhir rapat terkait PBB kita belum diberikan dasar NJOPnya,” sambungnya.
Gandhi pun menilai adanya keberatan warga terkait kenaikan ini adalah wajar, bahkan dia menyebutkan wajib.
“Kenaikan maupun penyesuaian NJOP tidak dibarengi dengan sosialisasi yang massif dan kecenderungan niatnya untuk mengagetkan masyarakat, semacam test ombak dalam politik policy. Kami sebenarnya protes keras dengan kenaikan ini,” kata Gandhi.
“Tapi kita terhambat oleh mekanisme demokrasi. Di DPRD ada alat kelengkapan DPRD dimana urusan pajak ini dibawah naungan Komisi 2. Sedangkan banyak anggota yang tersebar di komisi lain. Namun tentu dengan berbagai upaya kami mendorong solusi dan penyelesaian,” sambungnya.
Sementara ketika ditanyakan apakah ada rencana DPRD memanggil Walikota Pangkalpinang atau pihak terkait?
“Kewenangan memanggil kepala daerah ada di AKD, Fraksi bukan bagian dari AKD. Kalau diserahkan ke Fraksi PPP, ya maunya tiap hari manggil kepala daerah ngopi bareng mencari solusi-solusi,” tulis Gandhi dengan emoji terbahak.
Hingga berita ini dimuat masih diupayakan konfirmasi ke pihak terkait. (fh)