Suarapos.co.id
Ssst…! Jangan Gaduh, Biarkan KPK Bekerja

Ssst…! Jangan Gaduh, Biarkan KPK Bekerja

BERBAGI

SEJAK beberapa hari terakhir publik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, gaduh. Kegaduhan ini bermula ketika sejumlah media siber menurunkan berita soal laporan dan pengembalian dugaan uang gratifikasi ke KPK oleh Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Suparlan Dulaspas.

Sejumlah pihak seperti tersengat aliran listrik bertegangan tinggi. Maklum saja, Bangka Belitung salah satu yang selama ini dibanggakan karena belum “tersentuh” KPK.

Suarapos.com, Kamis, 19 Mei 2022, menurunkan berita dengan judul, “Beredar Kabar Soal Pengembalian Dugaan Uang Gratifikasi ke KPK, Molen: Saya Belum Tahu”.

Terlalu dini pula kalau apa yang dilakulan Suparlan dikaitkan dengan politik atau Pilkada Tahun 2024. Toh kalaupun pada akhirnya memiliki implikasi terhadap konstelasi politik di Kota Pangkalpinang atau Provinsi Bangka Belitung Tahun 2024, itu soal lain.

Selain itu, Suparlan hingga kini masih aktif sebagai ASN. Bahkan dia kini sebagai Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia pada Sekretariat Daerah Kota Pangkalpinang.

Artinya dilarang berpolitik praktis. Toh kalau tetap ada pihak-pihak yang mengaitkan bahwa apa yang dilakukan oleh Suparlan sebagai upaya pencitraan agar populer, atau sebagai upaya “pembusukan” itu pilihan masing-masing untuk memberi penilaian.

Baca Juga  Menunggu Keseriusan DPRD Babel

Hanya saja, penilaian harus pula dapat dibuktikan. Jika tidak, hal ini bisa saja menimbulkan persoalan baru.

Jadi, apapun kalau mau dikait-kaitkan bisa saja. Tapi persoalannya bukan itu. Tapi ini soal fakta yang terjadi.

Bayangkan jika Anda diposisi Suparlan. Ada orang yang dikenal datang membawa sejumlah uang. Dan uang tersebut diduga erat kaitannya karena jabatan Anda dan diduga erat pula dengan salah satu proyek.

Kira-kira apa yang Anda akan lakukan. Apakah diam-diam saja? Atau membuang uang itu ke tong sampah lalu membakarnya?
Atau diberikan ke orang lain?

Padahal secara aturan bahwa jika sudah di tangan Anda, pasti berimplikasi hukum. Nah Suparlan sepertinya tidak ingin ada implikasi hukum. Apalagi dia adalah pejabat publik.

Oleh karenanya sudah pasti Anda pun akan melakukan hal yang sama sebagaimana Suparlan. Melaporkan dan mengembalikannya ke komisi anti rasuah.

Baca Juga  BPOM Pangkalpinang Kawal Penarikan Obat Sirup dari Peredaran

Agar terhindar dari jeratan hukum, Suparlan secara resmi mengikuti aturan bahwa uang tersebut harus dikembalikan kepada KPK.

Reaksi publik pun beragam. Terjadinya pro kontra dengan beragam pula motifnya itu tidak dapat dihindari. Ada yang memujinya. Tapi tak sedikit pula yang berpandangan sinis dan penuh dengan kecurigaan.

Apalagi sejumlah nama dan pihak ikut terseret dalam pusaran ini. Sejauh ini tindakan Suparlan sebagaimana KPK layak diapresiasi.

KPK berulang kali mengeluarkan surat edaran larangan pejabat negara menerima gratifikasi apapun bentuknya. Parcel atau kartu diskon saja tidak boleh. Apalagi uang yang nilainya Rp50 juta.

Di situs resmi KPK bahkan dimuat prosedur bagaimana pengembalian gratifikasi. Hal ini dimaksud sebagai pendidikan anti korupsi yang terus disosialisasikan.

Bisa jadi, tindakan Suparlan adalah salah satu bentuk keberhasilan upaya pencegahan korupsi oleh KPK. Bakan jika terbukti benar uang yang diserahkan itu gratifikasi maka Suparlan layak mendapat penghargaan.

Baca Juga  67 Tahun PT Timah Tbk Dukung Pendidikan Bagi Disabilitas di Babel

Seharusnya, tindakan yang tepat dilakukan seharusnya mendorong KPK sesuai dengan kewenangannya mengusut secara tuntas secara adil.

Media pun wajar memberitakan. Selain memang tugasnya menjalankan fungsi kontrol. Pers dilindungi oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan sesuai Kode Etik Jurnalistik.

Tak boleh ada pihak manapun mengintervensi dan menghalang-halangi kemerdekaan pers. Yang penting, pers juga harus bekerja secara profesional. Mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Soal dugaan gratifikasi ini masih perlu jalan panjang untuk mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah. Maka segala bentuk kegaduhan harus distop.

Publik harus membiarkan penegak hukum bekerja secara profesional. Biarkan pula pers bekerja menjalankan fungsi kontrol secara profesional.

Tugas publik adalah mendorong dan mengawal agar KPK segera mengusut tuntas dugaan gratifikasi tersebut sesuai dengan kewenangannya. Sehingga proses selanjutnya bisa dilakukan secara adil dan transparan agar persoalan ini menjadi terang benderang duduk soal dan kebenarannya. (*)

LEAVE A REPLY