Suarapos.com – Direktur Eksekutif Prestigious Political Communication Studies (P2CS) Syaifuddin mengatakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir merupakan tokoh muda yang bisa diterima oleh semua golongan baik elite partai, tokoh agama, milenial maupun masyarakat akar rumput.
Syaifudin menilai cara komunikasi humanis yang dibangun Erick sangat tepat. Sebab, mengutamakan nilai-nilai kearifan lokal yang mampu diterima oleh semua lapisan masyarakat, baik tua, dewasa hingga kelompok milenial. Tak hanya itu, gaya komunikasi Erick juga mengikuti perkembangan zaman saat ini.
“Saya mencermati gaya komunikasi politik dari Pak Erick Thohir ini saya kategorikan menggunakan gaya komunikasi humanistis, gaya komunikasi ini bagi siapapun terutama tokoh itu dia banyak pakai nilai-nilai kearifan lokal. Kearifan lokal ini dapat diterima oleh kalangan tua dan dewasa,” kata Syaifuddin saat dihubungi, Minggu (12/6).
Dijelaskan Syaifuddin, ada kombinasi antara gaya kekinian dan gaya humanistis yang berbasis pada kearifan lokal. Olehnya itu, Erick sangat terbuka untuk diterima oleh semua kalangan, baik tua maupun muda.
“Yang saya maksudkan itu nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat Indonesia, dan masih diyakini oleh orang tua dan dewasa itu sangat menarik buat Erick Thohir. Pada sisi yang lain, kenapa anak-anak muda suka sama dia, karena Erick Thohir dalam gaya komunikasi juga tidak melupakan gaya perkembangan yang ada pada saat ini,” ujarnya
“Orang-orang seperti ini cenderung diterima oleh banyak kalangan, baik tua maupun dewasa dan kalangan yang muda,” sambungnya.
Menurut pengajar komunikasi politik Universitas Mercu Buana itu, penerimaan terhadap Erick Thohir ini juga tidak lepas dari prestasi yang diraihnya selama memimpin Kementerian BUMN, dimana tahun 2021-2022 BUMN mencatatkan sejarah baru dengan penerimaan laba sebesar Rp 126 triliun.
Lebih jauh, kata Syaifuddin, latar belakang Erick Thohir sebagai pengusaha sukses membuat dirinya kompeten di jabatan yang diembannya.
“Kita melihat itu dari latar belakang Erick sebagai pengusaha yang sukses dan itu menjadi catatan penting bagi masyarakat dan elit politik untuk memahami Erick Thohir. Pak Erick ini ada kelebihan tersendiri pada dirinya yakni aura personalitas dia selaku seorang pengasih dan bukan sosok arogan dimata masyarakat, dan suka mengayomi,” ucapnya.
Selain itu, penerimaan terhadap Erick Thohir ini karena dua hal, yakni gaya komunikasi yang humanis dan prestasi yang diukir mantan Presiden Inter Milan itu selama menjabat Menteri BUMN.
“Kalau prestasi itu linear sama penerimaan elit politik dan masyarakat, kenapa berhasil karena sesuai dengan latar belakang beliau sebagai pengusaha dan beliau memiliki potensi besar dalam rangka mengembangkan lembaga yang dipimpinnya,” ungkapnya.
Erick Thohir, lanjut Syaifuddin memiliki peluang besar untuk bertarung di Pemilu 2024, baik sebagai calon Presiden maupun calon wakil Presiden. Untuk Capres, Erick Thohir harus bersaing dengan tiga nama besar yang sudah terlebih dulu tampil ke publik, yakni Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
“Kalau untuk peluang politik ke depan kita bisa mengkalkulasi elektabilitas seseorang, karena Erick Thohir tidak sendiri yang punya kans di 2024. Erick punya saingan itu seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, jadi kalau patokannya ke elektabilitas pak Erick harus bersaing dengan tiga nama ini yang sudah lebih dulu muncul,” jelasnya.
Syaifuddin menilai Erick sebagai kuda hitam dalam kandidat politik 2024 mendatang. Sebab, meski tampil belakangan, tingkat penerimaan masyarakat kepada Erick Thohir setara dengan tiga nama tersebut. “Dalam konteks penerimaan di masyarakat atas gaya komunikasi politik mereka, Erick Thohir setara dengan mereka, yakni sama-sama diterima oleh masyarakat Indonesia,” akuinya.
Namun, untuk persaingan Cawapres Syaifuddin mengakui jika Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah itu memiliki peluang sangat besar dari beberapa nama yang bermunculan saat ini.
“Kalau posisi sebagai Cawapres sangat terbuka besar buat pak Erick, baik dari partai-partai yang ada maupun non partai. Tapi Erick Thohir masih punya peluang untuk ke level satu tadi meski tidak punya partai seperti Anies dan Ganjar,” jelasnya lagi.
“Tinggal bagaimana pak Erick bermain untuk merebut peluang yang ada untuk posisi sebagai Capres dan Cawapres. Jadi kurangnya Erick ini hanya tidak punya partai politik saja,” tutupnya. (***)