Suarapos.com – Komisi III DPRD Kepulauan Bangka Belitung menelusuri status aset pelabuhan Kayu Arang, Kabupaten Bangka Barat yang kini terbengkalai.
Sejak lama pelabuhan di ujung Desa Kayu Arang ini tidak berfungsi alias stop beroperasi.
Dilansir dari Suarabangka.com, Sabtu, 11 Juni 20229 status pengelolaannya pun dipertanyakan siapa yang berhak. Kini pelabuhan di atas lahan seluas 5 hektar itu tampak besi-besi penyangga tiang bangunan dermaga mulai rusak karena berkarat.
Sejumlah bangunan pun tampak kosong dan tidak terawat. Selain Ketua Komisi III Adet Mastur dan Wakil Azwari Helmi, ikut pula kelokasi, Kamis, 9 Juni 2022, anggota Ringgit Kecubung, Firmansyah Levi, Rustamsyah dan Fitra Wijaya.
“Setelah melihat pelabuhan ini, sangat miris, di mana besi – besi bisa dikatakan jadi barang rongsokan dan ini mesti kita amankan. Jika tidak diamankan besi tersebut dapat di ambil orang yang tidak bertanggungjawab. Besi ini jumlahnya bisa ratusan ton,” katanya.
Komisi III akan segera melakukan penelusuran terhadap aset pelabuhan Kayu Arang.
Apalagi, kata Adet berdasarkan rapat koordinasi yang dilakukan komisi III DPRD Babel ke kementerian perhubungan beberapa waktu yang lalu, bahwa pelabuhan kayu Arang ini tidak terdata, tidak terdaftar di aset kementerian perhubungan.
“Statusnya tidak ada, apakah ini pelabuhan pengumpan, pelabuhan pengumpul atau pelabuhan perintis, ini tidak jelas. Untuk itu nantinya komisi III akan mengambil langkah-langkah konkret untuk menelusuri aset pelabuhan Kayu Arang ini,” tegasnya.
Adet mengatakan akan segera berkoordinasi dan konsultasi ke Provinsi Sumatra Selatan. Pasalnya, pembangunannya pada waktu Bangka Belitung masih menjadi bagian Sumatra Selatan.
“Bagaiamana pelimpahan aset nya, waktu menjadi Provinsi Babel, ini yang mesti kita koordinasikan. Sayang kalau tidak dimanfaatkan. Kalau sudah jelas masalah asetnya, DPRD bersama gubernur akan mengambil langkah kongkret untuk mengaktifkan pelabuhan ini,” ujarnya.
Selain itu, aset berupa tanah yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat seperti perkebunan sawit, itu juga akan dikelola dengan baik, misalnya dibangun perkantoran.
“Intinya semua aset yang ada di sini akan kita kelola dengan baik untuk menumbuh kembangkan perekonomian masyarakat Babel umumnya, khususnya masyarakat Kayu Arang ini,” ujar Adet.
Sementara Kepala Desa Kayu Arang, Alatas mengatakan tidak mengetahui secara persis kapan pelabutan ini dibangun
“Berdiri nya kapan kami kurang tahu jelasnya, tapi sekitar tahun 80an. Dulu sempat berjalan lancar, tapi sekitar tahun 90 an bangunan depannya ini tenggelam dan sempat terhenti sampa sekarang tidak beroperasi lagi,” katanya ketika mendampingi rombongan.
Pemerintah Desa Kayu Arang sudah pernah berkirim surat ke pemerintah kabupaten, provinsi bahkan pusat menanyakan kejelasan status aset.
“Tidak ada catatan aset, tidak tercatat di aset negara. Untuk daratannya sekitar 5 hektar,” katanya.
Ia berharap pelabuhan tersebut dapat difungsikan sebagaimana mestinya. “Intinya biar bermanfaat untuk desa,” tutup Alatas. (***)