Oleh : Wahyu Kurniawan
DALAM beberapa hari terakhir pembalakan liar di Kawasan Taman Bumi Nasional (KTBN) Gunung Tajam Kabupaten Belitong, terus terjadi.
Pohon berusia ratusan tahun tumbang, hewan penghuni hutan mulai ketakutan, banjir dan tanah longsor mengancam. Penggiat lingkungan pun berteriak lantang, aparat penegak hukum di minta pertolongan.
Data Walhi Babel, Lanksap KTBN Gunung Tajam Pulau Belitong merupakan kawasan konservasi untuk kegiatan Penelitian, Pendidikan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
“Ada dua sungai besar yang hulunya di Taman Nasional Gunung Tajam, yakni sungai Cerucuk dan sungai Buding,”sebut Jessix Amundian, Direktur Eksekutif WALHI Babel.
Secara fungsi sosial-ekologis, Kawasan tersebut merupakan wilayah tangkapan air, sumber air bersih dan rumah bagi keberagaman hayati yang telah berperan penting selama ribuan tahun memberikan kontribusi jasa ekosistem bagi perlindungan lingkungan dan keselamatan masyarakat di pulau Belitong.
Sebagai benteng ekologi di wilayah hulu, jika kawasan Taman Bumi Nasional Gunung Tajam terus-menerus mendapatkan tekanan ekologis oleh berbagai aktivitas antropogenik, berpotensi menjadi ancaman yang muaranya adalah bencana. Seperti banjir, kekeringan, angin puting beliung dan tanah longsor yang akan menimbulkan korban jiwa, kerusakan infrastruktur public dan krisis ketahanan pangan serta ancaman kesehatan. Sudah pasti akan membebani APBN/APBD. Dampak yang tidak kalah penting lainnya adalah hilangnya sumber ilmu pengetahuan lokal yang merupakan bagian dari peradaban bangsa Indonesia.
“Menurut hemat kami, mendesak untuk dilakukan review dalam Aspek pengawasan yakni pemantauan dan evaluasi. Pun aspek penegakan hukum, tentunya,”tegasnya.
“Begitupun jika dalam proses evaluasi tersebut, misalnya, ditemukan Izin Usaha Korporasi dalam lanskap Taman Bumi Nasional Bukit Tajam harus ada eksekusi pencabutan Izin oleh pemerintah,”sambung Jessix.
Dari aspek penegakan hukum sudah tersedia regulasinya, terutama UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Harapan kami, harus ada pengakuan oleh negara mengenai wilayah masyarakat adat/lokal setempat yang secara turun temurun telah menjaga lanskap Taman Bumi Nasional Bukit Tajam dengan nilai-nilai arif dan lestari terhadap alam dan lingkungan,”
“Nilai-nilai yang arif dan lestari ini harus dijaga, jangan dibiarkan tergerus oleh aktivitas industri ekstraktif. Pemulihan lingkungan di kepulauan Bangka Belitung harus berangkat dari nilai-nilai yang arif dan lestari tersebut,”jelasnya.
Selain itu, dari Aspek Tata Kelolanya harus partisipatif dan ini adalah solusi dalam mendorong upaya konservasi pemerintah berbasiskan praktek nilai-nilai arif dan lestari masyarakat adat/lokal dalam menjaga Taman Bumi Nasional Gunung Tajam sebagai benteng ekologi dan labolatorium ilmu pengetahuan, serta tapak mitigasi dan adaptasi krisis iklim.
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (Fordas) Babel, Fadillah Sabri juga bersuara lantang dan memohon kepada aparat segera bertindak dan menangkap pelaku pembalakan liar.
Fadillah yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung tersebut, prihatin praktek illegal logging atau pembalakan liar masih saja terjadi di Gunung Tajam.
“Saya sangat prihatin (ilegal logging) terjadi di hutan lindung Gunung Tajam, ini yang kesekian kalinya. Bayangkan pohon yang berusia ratusan tahun tumbang, roboh seketika. Padahal pohon -pohon besar seperti itu menjadi salah satu penyangga utama bagi ekosistim bagi burung dan menjadi penyangga ketersediaan air di daerah sekitar, yang menghasilkan oksigen,” kata Fadilah.
“Oleh karena itu saya memohon kepada aparat penegak hukum dapat bertindak tegas dan sungguh-sungguh mengusut dan menangkap para pelakunya,”
“Karena ini sangat mengiris – iris rasa keadilan kita. Di satu sisi kita mengajak orang menanam pohon namun ada pihak yang begitu mudahnya ada untuk kepentingan pribadi, kepentingan kelompoknya, untuk kepentingan ekonomi sesaat merobohkan pohon-pohon, merusak lingkungan yang sehsrusnya dijaga kelestariannya,” kata Fadilah.
Menurutnya tindakan para pembalak liar itu sama saja dengan merobohkan peradaban manusia.
“Mereka dengan begitu mudahkan menumbangkan peradaban manusia dari hutan, eksistensi hutan adalah eksistensi peradaban manusia itu sendiri. Meroboh hutan sama artinya meroboh peradaban kita,” kata Fadilah.
Ia meminta aparat kepolisian, Dinas Lingkungan Hidung dan pihak terkait lainnya untuk tidak ragu bertindak tegas. “Mari bersama-sama menjaga hutan kita, amanah yang diberikan, gunakan untuk menjaga hutan kita, melestarikan lingkungan kita sebaiknya,” ujarnya.
Sebab jika tidak ada tindakan tegas dan tuntas atas para perusak di Gunung Tajam.
“Kalau tidak, kedepan akan jadi preseden buruk bagi pegiat lingkungan. Siapa lagi yang menjaga kalau bukan kita,” kata Fadilah.
“Tidak perlu khawatir, ini jihad dan dakwah kita bagi lingkungan, kita menangis,” sambungnya.
Aktivis Belitong Budi Setiawan, Kamis petang, mengungkapkan sejak beberapa bulan terakhir di kawasan Gunung Tajam terdengar bunyi chainshaw.
“Bahkan sering juga malam hari. Ini sejak habis lebaran terjadi,” ujarnya.
Budi menduga aktivitas illegal logging juga terjadi di kawasan Geoside Gunung Tajam. Padahal Geosite ini salah satu dari 17 Geosite yang berdasarkan hasil sidang council UNESCO Global Geopark dalam Geopark Belitung, dinyatakan lulus sebagai the new member of UGG.
“Informasi yang berkembang kawasan Geosite Gunung Tajam juga ada aktovitas illegal logging,” kata Budi.
“Sudah beberapa bulan ini penebangan liar di dalam kawasan HL Gunung Tajam terus terjadi. Ketika berkeliling di dalam hutan, pohon-pohon besar yang tersisa yang sudah semakin langka satu persatu hilang sudah. Bulin, nyatoh, blangeran, kruing, dan lain lain,” terangnya.
Akibatnya, satu-persatu bencana mulai tiba. Banjir yang membawa gelondongan kayu sisa tebangan menghancurkan berbagai fasilitas yang dilaluinya.
“Di beberapa tempat longsor di lereng perbukitan juga mulai terjadi. Rusa, kijang, pelanduk mulai tak lagi nyaman tinggal di sana karena siang malam raungan mesin senso berbunyi,” tutup Budi.
Wakil Bupati Belitung, Isyak Mairobi dengan tegas mengatakan ktivitas illegal logging di Gunung Tajam telah melukai semua pecinta lingkungan.
“Ini siapa pelakunya. Semoga ada tindakan tegas dan jelas dari pihak yang berwenang,” kata Isyak.
Aktivitas illegal logging di Gunung Tajam jelas kontraproduktif dengan upaya pemerintah dan pegiat lingkungan yang selama ini ingin menghijaukan Belitung.
“Sebuah perbuatan yang melukai perasaan semua pencinta lingkungan di saat kita semua sedang berupaya menumbuhkan satu senti demi satu senti pohon untuk menghijaukan bumi di Belitong sebagai UNESCO Global Geopark,” terangnya.
Saat ini pencinta lingkungan dan masyarakat Belitong menanti tindakan tegas dari aparat penegak hukum dalam menyelamatkan Gunung Tajam dari aksi pembalakan liar . (**)