Suarapos.co.id
Pelaksanaan APBD dengan Mulai Berlakunya UU HKPD Tahun 2023 (bagian-1)

Pelaksanaan APBD dengan Mulai Berlakunya UU HKPD Tahun 2023 (bagian-1)

BERBAGI

Oleh: Andi Permadi (Kabid PPA II Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bangka Belitung)

GUBERNUR Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Naziarto, didampingi oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Edih Mulyadi, menyerahkan secara simbolis Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2023 kepada para Kepala Satker/Kuasa Pengguna Anggaran dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2023 kepada para Bupati/Walikota lingkup Provinsi Babel di Aula Pasir Padi Kantor Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 6 Desember 2022.

Penyerahan DIPA dan Daftar Alokasi TKD ini menjadi simbol dimulainya pelaksanaan APBN Tahun 2023.

Sebesar Rp.9.729,05 miliar dana APBN 2023 mengalir ke Bangka Belitung, yang terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat melalui 265 DIPA yang diterima oleh 197 Satker K/L sebesar Rp2.728,27 miliar dan TKD sebesar Rp.7.000.78 miliar.

Alokasi TKD tersebut terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Desa, Insentif Fiskal, dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Total alokasi TKD sebesar Rp.7.000,78 miliar tersebut terdistribusi kepada 8 pemda, yaitu Pemerintah Provinsi Babel sebesar Rp1.588,31 miliar, untuk Kabupaten Bangka sebesar Rp.869,58 miliar, Belitung Rp.791,35 miliar, Kota Pangkalpinang sebesar Rp.688,20 miliar.

Sedangkan untuk Kabupaten Bangka Selatan sebesar Rp.898,34 miliar, Bangka Tengah sebesar Rp.710.900 miliar, Bangka Barat sebesar Rp.766,88 miliar, dan Belitung Timur sebesar Rp.687,21 miliar.

Tahun anggaran 2023 sendiri merupakan babak baru dalam pelaksanaan APBN dan APBD, khususnya pelaksanaan APBD bagi para pemerintah daerah, termasuk pemda lingkup Bangka Belitung. Hal ini karena mulai diberlakukannya implementasi UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). UU HKPD ini mengatur ulang tata kelola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menggantikan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Baca Juga  5 Organisasi Profesi Kesehatan di Babel Desak DPR Cabut RUU Omnibus Law

Adapun substansi UU ini adalah perbaikan dari pelaksanaan desentralisasi fiskal selama ini. Sehingga UU HKPD ini mempunyai tujuan untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok NKRI dengan melalui alokasi sumber daya secara lebih efisien dan efektif.

UU HKPD mengusung 4 pilar kerangka kebijakan yaitu (a) Ketimpangan vertikal dan horisontal yang menurun, (b) Penguatan Sistem Perpajakan Daerah (local taxing power), (c) Penguatan kualitas belanja daerah, dan (d) Harmonisasi belanja pusat dan daerah.

Berdasarkan 4 pilar kerangka kebijakan tersebut dapat disimpulkan bahwa UU HKPD ini didisain dalam rangka memperkuat desentralisasi fiskal. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Kick Off Sosialisasi UU HKPD di Kabupaten Demak (10 Maret 2022).

Selengkapnya Menteri Keuangan mengatakan bahwa UU HKPD didesain untuk memperkuat desentralisasi fiskal guna mewujudkan pemerataan layanan dan kesejahteraan dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah, meningkatkan kualitas belanja daerah dan harmonisasi kebijakan fiskal pusat dan daerah.

Meskipun telah disampaikan oleh Menteri Keuangan bahwa UU HKPD ini didesain untuk memperkuat desentralisasi fiskal dengan salah satu tujuannya meningkatkan kapasitas fiskal daerah, namun sampai saat ini masih ada kekhawatiran dari pemerintah daerah (pemda) bahwa dengan diimplementasikannya UU HKPD ini Pendapatan Asli Daerah (PAD) justru akan mengalami penurunan.

Diamping itu ada pula kekhawatiran berkurangnya kewenangan maupun keleluasaan pemda dalam pelaksanaan anggaran daerah. Hal ini tercermin dalam beberapa pertanyaan pemda dalam acara-acara sosialisasi UU HKPD yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan secara daring/online maupun luring/offline.

Berdasarkan hal tersebut kiranya menarik untuk dibahas terkait penganggaran dan pelaksanaan APBD dengan mulai berlakunya UU HKPD pada tahun 2023. Dalam artikel ini pembahasan implikasi implementasi UU HKPD disusun dalam sistematika berdasarkan postur APBD yang berlaku saat ini, yaitu dari sisi PENDAPATAN DAERAH, BELANJA DAERAH; dan PEMBIAYAAN

Baca Juga  APBD Murni Pemkab Bangka Rp120 Miliar: Bayar TPP dan Gaji Honorer Butuh Rp223 Miliar, Mana Cukup

Pendapatan Daerah

Berdasarkan UU HKPD, Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

Struktur pendapatan daerah dalam APBD secara umum terdiri dari : pendapatan asli daerah, pendapatan transfer; dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut UU HKPD, yaitu “Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolban kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Besar/kecilnya PAD suatu daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukkan bahwa daerah itu mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkurang.

Besar/kecilnya PAD dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat dapat dilihat dengan membandingkan antara PAD dengan Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat pada APBD suatu daerah.

Saat ini dapat dikatakan bahwa secara rata-rata nasional porsi PAD dibandingkan total pendapatan daerah dalam APBD masih relatif kecil, atau dapat dikatakan ketergantungan pemerintah daerah terhadap Dana Transfer dari Pemerintah Pusat masih relatif besar.

Sebagai gambaran porsi PAD dalam APBD lingkup Babel, dapat dilihat dalam Kajian Fiskal Regional (KFR) Triwulan III Tahun 2022 yang disusun oleh Kanwil DJPb Provinsi Bangka Belitung.

Dalam KFR tersebut anggaran/pagu Pendapatan Daerah konsolidasian seluruh pemda lingkup Babel adalah Rp.7.925,43 miliar, yang terdiri dari PAD Rp1.636,12 miliar, Pendapatan Transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp.6.214,67 miliar dan lain-lain pendapatan yang sah Rp74,64 miliar.

Dengan demikian kontribusi anggaran/pagu PAD terhadap total Pendapatan Daerah hanya sebesar 20,64%. Sedangkan kontribusi anggaran/pagu Pendapatan Transfer terhadap total Pendapatan Daerah adalah sebesar 78,41%.

Baca Juga  Optimalkan PAD Babel: Pj Gubernur Sugito Tandatangani Komitmen Bersama Pj Bupati dan Pj Wali Kota

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemandirian daerah secara rata-rata lingkup Babel masih relatif rendah, atau dengan kata lain ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat masih relatif tinggi.

Sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan bahwa UU HKPD ini didesain untuk memperkuat desentralisasi fiskal dengan tujuannya antara lain meningkatkan kapasitas fiskal daerah sesuai dengan salah satu pilar kerangka kebijakan UU HKPD yaitu meningkatkan Local Taxing Power dengan tetap menjaga kemudahan berusaha di daerah.

Sementara itu Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang pada saat itu dijabat oleh Astera Primanto Bhakti dalam acara Media Gathering di Bogor sebagaimana dikutip pajak.com (30/7) menyebutkan bahwa pada saat ini rasio pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) terhadap PDRB adalah 1,2 % sampai 1,4 % dari idealnya 3%.

“Kalau ditanya idealnya berapa (rasio pajak daerah), hasil hitungan kami sebetulnya 3 persen itu sudah bagus. Jadi, harapannya bisa 3 persen.

Caranya bagaimana? Kalau ingin menaikkan tarif PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) akan banyak masyarakat yang mendemo, tapi di UU HKPD, untuk meningkatkan rasio pajak daerah, pemerintah tidak akan menaikkan tarif pajak, tetapi meningkatkannya dengan kepatuhan pembayaran pajak,” ungkap Prima.

Dengan demikian upaya meningkatkan PDRD tidak semata-mata dengan menaikkan tarif pajak daerah maupun retribusi daerah. Dengan UU HKPD penguatan reformasi PDRD dilakukan dengan cara memangkas jumlah jenis pajak dan retribusi daerah yang bertujuan untuk mengurangi biaya administrasi pemungutan.

Pajak daerah akan berkurang dari 16 jenis menjadi 14 jenis dan retribusi daerah dari 32 jenis menjadi 18 jenis. Penyederhanaan jenis pajak mampu memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan melalui efisiensi pelayanan publik di daerah. Diharapkan penguatan reformasi PDRD ini dapat mendongkrak PAD. (bersambung)

LEAVE A REPLY