SUARAPOS.COM – Program bantuan Rp25 Juta tiap KK yang akan dicanangkan oleh Cabup Muba nomor urut 02 Toha Tohet diprediksi akan membuat APBD Kabupaten Muba super defisit.
Hal ini disampaikan Pengamat Politik Sumsel Bagindo Togar. Menurutnya, program tersebut brutal dan tidak masuk akal.
“Jumlah Kepala Keluarga (Kk )di Muba minimal 100 ribu KK. Bagaimana mungkin tiap KK dapat Rp25 Juta, artinya akan menelan anggaran hampir Rp2,5 Triliun sementara APBD Muba Rp4,2 Triliun. Ini jelas ugal ugalan dan tidak masuk akal,” tegas Bagindo, Jumat (1/11/2024).
Lanjut dia, kalau program tersebut di implementasikan tentu Pemkab Muba akan defisit dan program-program strategis lainnya tidak bisa dijalankan alias stagnan.
“Ini membuktikan kalau kandidat tidak memiliki pemahaman yang baik dan cenderung menggunakan syahwat guna mewujudkan keinginan agar memperoleh Jabatan yang sarat muatan kekuasaan,” ulasnya.
Direktur Eksekutif Forum Demokrasi Sriwijaya (FORDES) ini menilai, debat kandidat cabup cawabup Muba Kamis malam menunjukkan dengan jelas kualitas pendidikan dan pemahaman masing-masing kandidat terhadap kondisi kekinian.
“Masyarakat bisa menilai sendiri, ironis juga melihat salah satu paslon gagal paham soal akan diksi juga persepsi tentang demokrasi dan gender,” cetusnya.
Sementara itu, Calon nomor urut 02 tampak kesulitan menanggapi beberapa pertanyaan sejak awal debat, bahkan sempat meminta wakilnya, Rohman, untuk menjawab pertanyaan mengenai infrastruktur jalan.
Namun, saat pertanyaan dari panelis Rudi Kurniawan mengenai upaya peningkatan kualitas demokrasi lokal disampaikan, Toha tampak percaya diri menjawabnya. Ia mengungkapkan gagasan untuk melakukan “kontrol publik” dengan cara mengunjungi rumah warga secara rutin.
“Kami akan melakukan kontrol publik. Dengan cara melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga, minimal satu bulan satu kali,” ucap Toha Tohet.
Bukannya mendapat simpati, jawaban ini justru menuai respons negatif, karena pendekatan tersebut dianggap tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat alias dikhawatirkan paslon ini kelak akan acapkali melakukan intervensi terhadap hak hak publik masyarakat. Dan ini akan sangat berbahaya bagi dinamika serta pertumbuhan Demokrasi dibumi serasan sekate ini.
Alih-alih memperkuat demokrasi lokal dan mendekatkan hubungan dengan masyarakat, rencana tersebut dinilai berpotensi menimbulkan ragam praktek anti demokrasi
.
Sebab, dalam demokrasi yang sehat, kebebasan berpendapat dan ruang publik yang terbuka merupakan fondasi penting bagi pemerintahan yang transparan, bebas, anti diskriminasi dan akuntabel.
“Jika benar akan melakukan kontrol publik, maka dia ini sesuguhnya tidak paham apa yang dimaksud dengan diksi plus artikulasi demokrasi. Lebih parahnya, kalau dia tidak berniat menyampaikan itu, justru dia sesunguhnya tidak paham dengan pertanyaan panelis,” kata pengamat Bagindo Togar. (***)