Suarapos.co.id
Faktor Ekonomi dan Pertambangan Pemicu Anak Bangka Barat Putus Sekolah

Faktor Ekonomi dan Pertambangan Pemicu Anak Bangka Barat Putus Sekolah

BERBAGI

Suarapos.com – Faktor Ekonomi dan pertambangan timah diduga menjadi pemicu sejumlah anak di Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, putus sekolah.

Pergaulan dan dampak lingkungan sekitar mempengaruhi pola pikir anak untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti memiliki handphone dan teknologi lainnya.

Kepala Bidang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bangka Barat, Darul Qudni mengatakan pelajar rela meninggalkan bangku sekolah demi mencari uang untuk memenuhi kebutuhan yang mereka inginkan.

“Nah dari kondisi yang ada penyebabnya pertama kondisi ekonomi. Dengan adanya orang yang membuka tambang secara luas dan tidak ada larangan bagi anak – anak untuk nambang akhirnya kan mereka beralih ke tambang mengejar uang tadi,” ujar  Darul Qutni di hubungi wartawan Cyber Media Network, Senin (12/12/2022).

Selain itu, pergaulan dan dampak lingkungan sekitar mempengaruhi pola pikir anak untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti memiliki handphone dan teknologi lainnya. Sementara orang tua tidak dapat memenuhi kebutuhan yang anaknya inginkan sehingga anaknya memilih menambang untuk menghasilkan uang.

“Orang tua tidak peduli dengan anaknya, artinya jam sekolah itu dari jam sekian jam sekian itu kan dikontrol. Tapi sekarang kan nggak, anak – anak dibiarkan begitu saja, apalagi orang tua sibuk. Katanya sekolah tau tau minggat. Keluarga yang kurang peduli yang menyebabkan itu,” tegas Darul.

Baca Juga  Polres Bangka Selatan Akan Rekontruksi Ulang Kasus di Parit 9

Disisi lain di tegaskan Darul, pemerintah memiliki program agar semua anak Sekolah Dasar sampai SMP harus mendapatkan pendidikan dengan baik.

Namun bila kondisi sosial seperti anak – anak masih dibiarkan bebas bekerja di tambang atau pun masih bergaul bebas di lingkungan yang kurang baik, maka program pemerintah tidak akan berpengaruh dan anak putus sekolah tetap akan terjadi.

“Kalau upaya kita sudah, terutama dari pemerintah sendiri dari dinas tidak menghendaki adanya anak putus sekolah. Diusahakan kalau bisa anak itu diminimalisir untuk tidak naik kelas. Semuanya kan naik kelas, lulus. Kalau kelulusan 100% terus. Tapi ada juga yang tidak bisa dinaikkan kelas karena faktor-faktor baik itu nilai, tingkah laku dan lain sebagainya,” ujarnya.

Terkait biaya sekolah, Darul mengatakan  hal itu tidak menjadi permasalahan lagi, sebab sekarang sudah ada dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ).

Baca Juga  Sarwono Kusumaatmadja Menteri Era Soeharto Meninggal Dunia

“Mereka nggak bayar SD SMP itu dibiayai pemerintah semua baik itu swasta maupun negeri. Kalau biaya tidak jadi masalah, paling biaya pakaian seragam biaya buku. Dan buku pun sudah disediakan kalau memang nggak mau kan. SMA juga ada BOS -nya dari pusat,” kata dia.

Menurut Darul agar angka anak putus sekolah tidak terus bertambah, maka faktor sosial yang menjadi penyebabnya harus diperbaiki, melibatkan dinas dan instansi terkait serta masyarakat.

Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Muntok Ida Saprina menambahkan, penyebab anak putus sekolah antara lain faktor ekonomi, keluarga broken home, pergaulan bebas dan orang tua yang menelantarkan anaknya.

“Kalau ekonomi yaitu nggak sanggup lagi menyekolahkan anak. Padahal sudah dibantu dari sekolah itu mengusahakan anak tersebut untuk dapat bantuan. Kalau yang PIP ( Program Indonesia Pintar ) kita nggak bisa ya karena memang dari pusat dari Komisi X. Tapi kalau bantuan non PIP itu kita sudah usahakan dari dinas,” terang Ida di ruang kerjanya.

Baca Juga  47.790 Peserta BPJS Kesehatan Mandiri di Bangka Selatan Belum Bayar Iuran, Ini Solusinya

Ida menambahkan, dana BOS untuk siswa tidak terlalu banyak, bantuan yang diberikan berupa kebutuhan sekolah. Dana tersebut lebih digunakan untuk kebutuhan di sekolah seperti membayar gaji pegawai.

“Pegawai itu besar hampir 100 juta dana BOS itu digunakan untuk bayar pegawai. Kalau kemarin memang dibayar dari APBD, lumayan banyak hampir semua. Tapi karena dana kita kemarin banyak dialihkan ke Covid, jadi separuhnya itu dikembalikan ke sekolah masing – masing. Kemarin kalau nggak salah sekolah kita ini Rp80 juta itu untuk bayar pegawai,” tutur Ida.

BOS yang digunakan untuk siswa terang dia antara lain untuk ekstrakurikuler, contohnya membayar pelatih. Juga untuk kegiatan PHBN, PHI, kegiatan OSIS yang berhubungan dengan siswa.

“Lalu untuk kebutuhan sekolah misalnya rehat sekolah yang sedikit – sedikit, untuk alat kebersihan, kebun sekolah.

Karena kita mengeluarkan dana itu harus sesuai dengan juknis. Apabila bahasanya salah kami nggak berani. Jadi kami mengeluarkan sesuai dengan juknis BOS APBN,” tutup Ida. (SK)

Sumber : Media Cyber Network

Karikatur : koran sn

LEAVE A REPLY